➧KLASIFIKASI SISTEM KEPARTAIAN
"Sistem kepartaian" (party system) pertama kali di bentangkan oleh Maurice Duverger dalam bukunya Political Party. Duverger mengadakan klasifikasi menurut tiga kategori, yaitu sistem partai tunggal (one party system), sistem dwi partai (two party system), dan sistem multi partai (multi party system).
➧SISTEM PARTAI TUNGGAL (one party system)
Ada sementara pengamat yang berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri (contradictia in terminis) sebab suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu bagian (pars). namun demikian, istilah ini telah tersebar luas di kalangan masyarakat dan baik untuk partai yang benar-benar merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara maupun untuk partai yang mempuyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lain. Dalam kategori terakhir terdapat banyak variasi.Pola partai tunggal terdapat di beberapa negara: Afrika, China, dan Kuba, sedangkan dalam masa jayanya Uno Soviet dan beberapa negara Eropa timur termasuk dalam kategori ini. Suasana kepartaian dinamakan non kompetitif karena semua partai harus menerima pimpinan dari partai yang dominan, Dan tidak diperkenankan bersaing dengannya.
Terutama di negara-negara yang baru lepas dari kolonialisme ada kecenderungan kuat untuk memakai pola sistem partai tunggal karena pimpinan (sering seorang pemimpin kharismatik) dihadapkan dengan masalah bagaimana mengintegrasikan berbagai golonga, daerah, serta suku bangsa yang berbeda corak sosial serta pandangan hidupnya . Dikhawatirkan bahwa bila keanekaragaman sosial politik yang menghambat usaha pembangunan. padahal pembangunan itu harus memfokuskan diri pada suatu program ekonomi yang future-oriented. fungsi partai adalah meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menerima persepsi pimpinan partai mengenai kebutuhan utama dari masyarakatseluruhnya. Dewasa ini banyak negara Afrika pindah ke sistem multi partai.
Negara yang paling berhasil dalam menyingkirkan partai-partai lain ialah Uni Soviet pada masa jayanya. Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif ; tidak ada partai lain yang di perbolehkan bersaing; oposisi dianggap sebagai penghianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeluruh.
Di Indonesia pada tahun 1945 ada usaha mendirikan partai tunggal sesuai dengan pemikiran yang pada saat itu banyak dianut di negara-negara yang baru melepaskan diri dari rezim kolonial. Diharapkan partai itu akan menjadi "motor perjuangan". Akan tetapi sesudah beberapa bulan usaha itu dihentikan sebelum terbentuk secara konkret. Penolakan ini antara lain disebabkan karena dianggap berbau fasis.
➧ SISTEM DWI PARTAI(two party system)
Dalam kepustakaan ilmu politik pengertian sistem dwi partai biasanya diartikan bahwa ada dua partai diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran, dan dengan demikian memiliki kedudukan dominan. Dewasa ini hanya beberapa negara yang memiliki ciri-ciri sistem dwi partai, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Fililipina, Kanada, dan Selandia Baru. Oleh Maurice Duverger malahan dikatakan bahwa sistem ini adalah khas Anglo Saxon.Dalam sistem ini partai-partai dengan jelas dibagi dalam partai yang berkuasa (karena menang dalam pemilihan umum) dan partai oposisi(karena kalah dalam pemilihan umum). Dengan begitu jelas dimana letak tanggung jawab mengenai pelaksanaan pemilihan umum. Dalam sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam yang utama tapi yang setia (loyal apposition) terhadap kebijakan pertai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peran ini sewaktu-waktu akan akan bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orang-orang yang berada di tengah dua partai dan sering dinamakan pemilih terapung (floating vote) atau pemilih di tengah (median vote).
Sistem dwi partai pernah disebut a convinient system for contented people dan memang kenyataan ialah bahwa sistem dwi partai dapat berjalan dengan baik apabial terpenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan politik (political consensus), dan adanya kontinuitas sejarah (historical continuity).
Inggris biasanya digambarkan sebagai contoh yang paling ideal dlalam menjalankan sistem dwi partai ini. Partai buruh dan partai konservatif boleh dikatakan tidak mempunyai pandangan yang banyak berbeda dengan asas dan politik, dan perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu mengganggu kontinuitas kebijakan pemerintah. perbedaan yang pokok antara kedua partai hanya berkisar pada cara serta kecepatan melaksanakan berabagai program pembaharuan yang menyangkut masalah sosial, perdagangan, dan industri. Partai buruh lebih condong agar pemerintah melaksanakan pengendalian dan pengawasan terutama di bidang ekonomi, sedangkan partaai konservatif cenderung memlih cara-cara kebebasan berusaha.
Disamping kedua partai ini, ada beberapa partai kecil lainnya, diantaranya partai liberal Demokrat. pengaruh partai ini biasanya terbatas, tetapi kedudukannya berubah menjadi sangat krusial pada saat perbedaan dalam perolehan suara dari kedua partai besar dalam pemilihan umum sangat kecil. Dalam situasi seperti ini partai pemenang terpaksa membentuk koalisi dengan Partai Liberal Demokrat atau partai kecil lainnya.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi partai lebih kondusif untuk terpeliharanya stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan oposisi. Akan tetapi perlu juga di perhatikan peringatan sarjana ilmu politik Robert Dahl bahwa dalam masyarakat yang terpolarisasi sistem dwi partai malahan dapat mempertajam perbedaan pandangan antara kedua belah pihak, karena tidak ada kelompok di tengah-tengah yang dapat meredakan suasana konflik.
Sistem dwi partai umunya diperkuat dengan digunakan sistem pemilihan single-member constituency (sistem distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem pemilihan ini cenderung menghambat pertumbuhan partai kecil, sehingga dengan demikian memperkokoh sistem dwi partai.
Di Indonesia pada tahun 1968 ada usaha untuk mengganti sistem multi partai yang telah berjalan dengan sistem dwi partai, agar sistem ini dapat membatasi pengaruh partai-partai yang telah lama mendominasi kehidupan politik. Beberapa ekses dilarang menghalangi badan eksekutif untuk menyelenggarakan pemerintah yang baik.Akan tetapi eksperimen dwi partai ini , sesudah diperkenalkan di beberapa wilayah, ternyata mendapat tantangan dari partai-partai yang merasa terancam eksistensinya. akhirnya dihentikan pada tahun 1969.
➧ SISTEM MULTI PARTAI (multi party system)
Umumnya dianggap bahwa keanekaragaman budaya politik suatu masyarakat mendoron pilihan ke arah sistem multi partai. Perbedaan tajam antara ras, agama, atau suku bangsa mendorong golongan-golongan masyarakat lebih cenderung menyalurkan ikatan-ikatan terbatasnya (primordial) dalam satu wadah yang sempit saja. Dianggap bahwa pola multi partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik daripada pola dwi partai. Sistem multi partai ditemukan antara lain Indonesia, Malaysia, Nederland, Austra;ia, berkisar antara 17 dan 28, sedangkan di ederasi Rusia sesudah jatuhnya partai komunis jumlah partai mencapai 43.Sistem multi partai, apalagi jika dihubungkan dengan sistem pemerintahan parlementer, mempunyai kecendrungan menitik beratkan kekuasaan pada badan legislatif, sehingga peran eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering disebabkan karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Dalam keadaan ini partai yangt berkoalisi harus selalu mengadakan musyawarah dan kompromi dengan mitranya dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam koalisi akan ditarik kembali sehingga mayoritasnya dalam parlemen hilang.
Di lain pihak, partai-partai oposisi pun kurang memainkan peranan yang jelas karena sewaktu-waktu masing-masing partai dapat diajak untuk duduk dalam pemerintah koalisi baru. Hal semacam ini menyebabkan sering terjadinya siasat yang berubah-ubah menurut kegentingan situasi yang dihadapi partai masing-masing. Lagi pula,sering pula partai-partai oposisi kurang mampu menyusun suatu program alternatif bagi pemerintah. Dalam sistem semacam ini masalah letak tanggung jawab menjadi kurang jelas.
Dalam situasi di mana terdapat satu partai yang dominan, stabilitas politik dapat lebih dijamin. India di masa lampau sering dikemukakan sebagai negara yang didominasi satu partai (one party dominance), tetapi karena suasana kompetitif, pola dominasi setiap waktu dapat berubah. Hal ini dapat di lihat dari pasang surutnya kedudukan partai kongres. Partai ini mulai dari zaman kemerdekaan menguasai politik India, Jumlah wakilnya partai-partai lainnya, dan karena itu sering di sebut sistem satu setengah partai(one and a half party system). Sekalipun partai kongres mengalami kemunduran setelah pemilihan umum 1997. Pada tahun 1978 sampai 1980 Partai kongres mengadakan koalisi dengan Bharatya Janata Party.
Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa pemerintahan koalisasi selalu lemah. Belanda, Norwegia, dan Swedia merupakan contoh pemerintah yang dapat mempertahankan stabilitas dan kontinuitas dalam kebijakan publiknya.
Pola multi partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang (proportional representation) yang memberi kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongan-golongan baru. Melalui sistem perwakilan berimbang partai-partai kecil dapat mengambil keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah pemilihan dapat di tarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi.
Indonesia memiliki sejarah panjang dengan berbagai sistem multi partai. Sistem ini telah melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang berbeda-beda. Mulai 1989 indonesia berupaya mendirikan suatu sistem multi partai yang mengambil unsur-unsur positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsur negatifnya.
Sumber;
DASAR-DASAR ILMU POLITIK(edisi revisi) Prof.Miriam Budiardjo
No comments:
Post a Comment